8 BAB I PENDAHULUAN 1 LATAR BELAKANG DIARE MERUPAKAN

1 BAB 1 PENDAHULUAN 11 LATAR BELAKANG DI ERA
1 BAB I PENDAHULUAN 11 LATAR BELAKANG PADA ERA
1 BAB L PENDAHULUAN A LATAR BELAKANG BERDASARKAN PASAL

1 I PENDAHULUAN II LATAR BELAKANG PEMBANGUNAN PETERNAKAN MERUPAKAN
1 PENDAHULUAN 11 BENTUK DAN ISI FORMULIR APLIKASI INSINYUR
1 PENDAHULUAN PERMASALAHAN YANG DIHADAPI DUNIA PENDIDIKAN DI INDONESIA

8



BAB I

PENDAHULUAN


    1. Latar Belakang

Diare merupakan salah satu faktor yang penularannya berkaitan dengan penerapan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Sebagaian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur oral, kuman-kuman tersebut ditularkan dengan perantara air atau bahan yang tercemar tinja yang mengandung mikroorganisme patogen dengan melalui air minum. Pada penuluran seperti ini tangan mempunyai peranan penting, karena lewat tangan yang tidak bersih makanan atau minuman tercemar kuman penyakit masuk ketubuh manusia (Soebagyo, 2008).

PHBS di Rumah Tangga adalah upaya memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan dimasyarakat. Indikator PHBS di Rumah Tangga (Ekasari, 2008) : Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, Memberi ASI Eksklusif, Menimbang bayi dan balita setiap bulan, Mencuci tangan dengan air dan sabun, Menggunakan air bersih, Menggunakan jamban sehat, Rumah bebas jentik, Rumah bebas jentik, Melakukan aktivitas fisik setiap hari dan Tidak merokok di dalam rumah.

Menurut pusat promosi kesehatan, PHBS dapat mencegah terjadinya penyakit dan melindungi diri dari ancaman penyakit. Dampak PHBS yang tidak baik dapat menimbulkan suatu penyakit diantaranya adalah mencret, muntaber, desentri, typus, dan DBD (Depkes RI, 2006).

Hasil penelitian Melina (2014) menjabarkan bahwa sudah banyak responden yang melakukan kebiasaan cuci tangan namun kebanyakan hanya mencuci tangan pakai sabun saat setelah BAB selebihnya responden beranggapan bahwa mencuci tangan dengan air saja sudah cukup. Responden masih memiliki kesadaran yang rendah untuk mencuci tangan, mereka hanya terbiasa mencuci tangan apabila tangan mereka terlihat kotor saja. Padahal tangan yang terlihat bersih belum tentu bebas dari kuman penyebab penyakit. terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara kebiasaan cuci tangan dengan kejadian diare pada balita (p=0,000).

Diare hingga saat ini masih merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian hampir di seluruh daerah geografis di dunia dan semua kelompok usia bisa diserang oleh diare, tetapi penyakit berat dengan kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak balita (Aman, 2004 dalam Zubir et al, 2006).

Menurut organisasi kesehatan dunia (World Health Organization atau WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai cair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah. Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak balita, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana seorang anak bisa mengalami 1-3 episode diare berat (Simatupang, 2004).

Berdasarkan data dari organisasi kesehatan dunia (World Health Organization) tahun 2014 atau WHO di Negara berkembang, anak-anak balita mengalami rata-rata 3-4 kali kejadian diare per tahun tetapi di beberapa tempat terjadi lebih dari 9 kali kejadian diare per tahun atau hampir 15-20% waktu hidup anak dihabiskan untuk diare, setiap jam sekitar 170 anak balita di dunia meninggal karena diare.

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan utama, terutama di negara-negara berkembang seperti indonesia, karena angka kesakitan dan kematiannya masih sangat tinggi terutama pada balita. survey morbiditas yang dilakukan oleh subdit Diare Depertemen Kesehatan dari tahun 2004 sampai 2014 terlihat kecenderungan insidennya naik. Pada tahun 2004 Insidence Rate (IR) penyakit diare 351/1000 penduduk, tahun 2007 naik menjadi 437/1000 penduduk, tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk dan tahun 2014 menjadi 528/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan Case fatality Rate (CFR) yang masih tinggi. Pada tahun 2012 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 293 orang (CFR 2,94%). Tahun 2013 terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2014 terjadi KLB diare di 24 Kecamatan dengan jumlah penderita 3980 dengan kematian 54 orang (CFR 1,74%), sementara itu dilihat dari segi pola 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia tahun 2014 yaitu ke empat (4)

terbanyak dengan presentase 9,8 % (Depkes RI, 2015).

Berdasarkan data kejadian penyakit menular, penyakit diare sebanyak (9,2%) di Provinsi Aceh tertinggi ke 3 setelah penyakit influenza (11,4%) dan ISPA (9,8%) (Profil Kesehatan Provinsi Aceh, 2014).

Menurut Suharyono (2008) diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair. Diare dapat dikatakan sebagai masalah pediatrik sosial karena diare merupakan salah satu penyakit utama yang terdapat di negara berkembang, dimana adanya faktor yang mempengaruhi terjadinya diare pada bali ta itu sendiri yaitu diantaranya faktor penyebab (agent), penjamu (host), dan faktor lingkungan (environment).

Hal-hal yang menyebabkan seseorang mudah terserang penyakit diare pada balita adalah perilaku hidup masyarakat yang kurang baik dan sanitasi lingkungan yang buruk. Diare dapat berakibat fatal apabila tidak ditangani secara serius karena tubuh balita sebagian besar terdiri dari air dan daging, sehingga bila terjadi diare sangat mudah terkena dehidrasi (Irianto, 2006).

Berdasarkan data yang didapatkan dari dinas kesehatan Aceh Barat Daya bahwa didapatkan penyakit diare tertinggi ke 4 sebanyak 2670 orang setelah penyakit hipertensi sebanyak 4890 dan penyakit gastritis sebanyak 4560 orang serta penyakit reumatik 3056 orang. Berdasarkan data penyakit diare yang dilihat dari seluruh Puskesmas di Kabupaten Aceh Barat, dimana puskesmas Manggeng sebesar 226 balita, Puskesmas Lembah Sabil sebesar 269 balita, Puskesmas Tangan-tangan sebanyak 189 balita, Puskesmas Bineh Krueng sebanyak 178 balita, Puskesmas Lhang sebanyak 212 balita, Puskesmas Blang Pidie sebanyak 191 balita, Puskesmas Alue Sungai Pinang sebanyak 195 balita, Puskesmas Susoh sebanyak 181, Puskesmas Sangkalan sebanyak 165 balita, Puskesmas Kuala Batee sebanyak 185 balita, Puskesmas Alue Pisang sebanyak 195, Puskesmas Babah Rot sebanyak 294, dan Puskesmas Ie Mirah sebanyak 190 balita. sementara itu dari ke 13 Puskesmas yang ada, dimana Puskesmas Sangkalan terdapat kasus diare yang meningkat dari tahun 2014 sebesar 165 orang dan pada tahun 2015 sebesar 201 orang di bandingkan dengan puskesmas lain terjadi penurunan dan ada peningkatan hanya sedikit yaitu 3 orang sampai 8 orang (Dinkes Kabupaten Aceh Barat Daya, 2015).

Berdasarkan data dari Puskesmas Sangkalan Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya bahwa kejadian penyakit diare tertinggi ke satu sebanyak 340 orang dari 10 penyakit terbanyak, dan di ikuti dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) sebanyak 297 orang dan penyakit Malaria sebanyak 212 orang serta penyakit lainnya. Selain itu Puskesmas Sangkalan Kecamatan Susoh memiliki wilayah kerja sebanyak 9 desa yaitu desa Rubek Meupayong dengan jumlah 98 balita dengan jumlah balita diare 23 balita, desa Padang Panjang sebanyak 76 balita dengan jumlah balita diare 19 balita, desa Cut Mancang sebanyak 90 balita dengan jumlah balita diare 15 balita, desa Lampoh Drien sebanyak 90 balita dengan jumlah balita diare 24 balita, desa Meunasah sebanyak 106 balita dengan jumlah balita diare 36 balita, desa Blang Dalam sebanyak 56 balita dengan jumlah balita diare 12 balita, desa Ladang sebanyak 40 balita dengan jumlah balita diare 18 balita, desa Panjang Baru sebanyak 48 balita dengan jumlah balita diare 13 balita, dan Keude Palak Kerambil sebanyak 128 balita dengan jumlah balita diare 38 balita (Profil Puskesmas Sangkalan Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya, 2015).

Berdasarkan data yang di didapatkan dari Puskesmas Sangkalan Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya, 10 indikator PHBS yaitu persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan sekitar 89,68%, Asi ekslusif 68,71%, penimbangan balita 75,96%, menggunakan air bersih 81,07%, cuci tangan pakai sabun 59,52%, menggunakan jamban sehat 69,55%, memberantas jentik nyamuk dirumah 78,79%, konsumsi sayur dan buah tiap hari 70,87%, melakukan aktivitas fisik setiap hari 79,13% dan tidak merokok didalam rumah 59,47% (Profil Puskesmas Sangkalan Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya , 2014)

Berdasarkan pendahuluan dalam wawancara dengan beberapa ibu yang yang bertemu di Puskesmas Sangkalan Puskesmas Sangkalan Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya, dari 12 orang ibu, 8 orang ibu mengatakan ibu kurang menerapkan pola cuci tangan pada keluarga, ibu hanya mencuci tangan pada saat makan, hal tersebut juga dilakukan balita waktu makan, tetapi ada juga di saat balita ingin makan sendiri makanan itu, hal itu ibu sering melupakan dalam mencuci tangan anak. Selain itu dari 12 ibu, dimana 6 ibu mengatakan sering memberikan makanan pada anak dengan kondisi makanan orang dewasa, seperti makanan yang ada cabe, makanan yang mentah yang belum dimasak, selain itu juga makanan yang di jualan di pasar, makanan kemasan, seperti mie instan dan makanan ringan lainnya.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian berjudul “Hubungan Pola Makan dan Cuci Tangan Ibu dengan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah kerja Puskesmas Sangkalan Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya tahun 2016”.

    1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis merumusakan masalah yaitu adakah hubungan pola makan dan cuci tangan ibu dengan kejadian Diare pada Balita di wilayah kerja Puskesmas Sangkalan Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya tahun 2016”.

    1. Tujuan Penelitian

      1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pola makan dan cuci tangan ibu dengan kejadian Diare pada Balita di wilayah kerja Puskesmas Sangkalan Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya tahun 2016.

      1. Tujuan Khusus

  1. Untuk mengetahui hubungan pola makan dengan kejadian Diare pada Balita di wilayah kerja Puskesmas Sangkalan Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya tahun 2016.

  2. Untuk mengetahui hubungan cuci tangan ibu dengan kejadian Diare pada Balita di wilayah kerja Puskesmas Sangkalan Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya tahun 2016.



    1. Hipotesis Penelitian

  1. Ada hubungan pola makan dengan kejadian Diare pada Balita di wilayah kerja Puskesmas Sangkalan Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya tahun 2016

  2. Ada hubungan cuci tangan ibu dengan kejadian Diare pada Balita di wilayah kerja Puskesmas Sangkalan Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya tahun 2016

    1. Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Praktis

  1. Bagi Instansi Puskesmas dan Dinas Kesehatan, sebagai bahan pertimbangan dalam memecahkan masalah kesehatan mengenai pencegahan penyakit khususnya penyakit diare.

  2. Bagi Ibu-ibu/Masyarakat Setempat, memberikan informasi tentang pendidikan mencuci tangan, serta memperhatikan pola makanan yang diberikan pada anak sehingga ibu dan masyarakat dapat mengetahui dan menerapkan perilaku sehat.

  3. Bagi Peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang cukup jelas bagi peneliti mengenai peran orang tua dalam mendidik anak dalam kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare di wilayah kerja Sangkalan Kecamatan Susoh.

      1. Manfaat Teoritis

  1. Hasil penelitian ini digunakan untuk bahan acuan dalam proses pendidikan.

  2. Untuk menambah bahan bacaan di perpustakaan Universitas Teuku Umar.


10 BAB I PENDAHULUAN 1 LATAR BELAKANG HAK KEKAYAAN
10 BAB I PENDAHULUAN 1 LATAR BELAKANG PEMBANGUNAN KESEHATAN
10 BAB I PENDAHULUAN A LATAR BELAKANG KELANGKAAN BAHAN


Tags: belakang diare, latar belakang, latar, pendahuluan, diare, belakang, merupakan