ASAS – ASAS HUKUM ACARA PIDANA DISUSUN UNTUK MEMENUHI

KEPUTUSAN DEKAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET NOMOR
(bagi Pemegang Saham Badan Hukum) Surat Kuasa Yang Bertandatangan
10 PRESS RELEASE KUASA HUKUM HOKY AJUKAN LAPORAN PENGADUAN

2%20Format%20Surat%20Pernyataan%20Tidak%20Terkena%20Sanksi%20Hukum
21 1 PROFILE PROGRAM STUDI 1 NAMA PRODI HUKUM
8 DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI) MENJELASKAN TUJUAN PERKAWINAN

ASAS – ASAS HUKUM ACARA PIDANA


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Dasar-dasar Tata Hukum Indonesia




ASAS – ASAS HUKUM ACARA PIDANA DISUSUN UNTUK MEMENUHI




Oleh :

Ikhsanudin Muchlis

13417141059

Kelas B



ILMU ADMINISRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2013

ASAS – ASAS HUKUM ACARA PIDANA


Hukum acara pidana Indonesia adalah hukum yang mengatur tentang tata cara beracara (berperkara di badan peradilan) dalam lingkup hukum pidana. Adapun asas-asas dalam hukum acara pidana yaitu :


  1. Asas Persamaan di muka hukum

Suatu asas dimana setiap orang atau individu itu memiliki kedudukan yang sejajar antara satu dengan yang lainnya didepan hukum, dan pengadilan didalam mengadili seseorang tidak boleh membeda-bedakan orang satu dengan yang lainnya. Dasar hukumnya diatur dalam Pasal 4 Ayat (1) UU Nomer 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman : Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.


  1. Perintah tertulis dari yang berwenang

Penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang dan hanya dalam hal dan dengan cara yang diatur dengan undang-undang. Hal tersebut sesai dengan pasal 7 Undang-undang noer 4 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman : Tidak seorang pun dapat dikenakan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan, kecuali atas perintah tertulis dari kekuasaan yang sah dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.


  1. Asas Praduga Tak Bersalah

Asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) adalah suatu asas yang menghendaki agar setiap orang yang terlibat dalam perkara pidana harus dianggap belum bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya itu. Dalam pemeriksaan perkara pada semua tingkatan pemeriksaan semua pihak harus menganggap bagaimanapun juga tersangka/ terdakwa maupun dalam menggunakan istilah sewaktu berdialog terdakwa. Prinsip ini dipatuhi sebab merupakan prinsip selain mendapat pengakuan di dalam sidang pengadilan, juga mendapat pengakuan di dalam rumusan perundang-perundangan yaitu terdapat dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menegaskan : setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan di depan pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Prinsip ini berjalan dalam persidangan. Baik di dalam maupun di luar persidangan. Di dalam sidang tampak adanya nuansa yang masih menghargai terdakwa dengan tidak memborgol terdakwa, demikian juga terdakwa tidak boleh ditanya pertanyaan yang sifatnya menjeratkan.


  1. Asas Ganti rugi dan Rehabilitasi

Yaitu adanya ganti rugi dan rehabilitasi bagi pihak yang dirugikan karena kesalahan dalam proses hukum seperti halnya salah tangkap, salah tahan, dan salah tututan. Prinsip ini untuk melindungi kepentingan masyarakat jika ternyata terdapat kesalahan dalam proses hukum acara pidana. Prinsip ini sudah dikenal dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman : Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkannya, berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi”.


  1. Asas Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan

Yaitu pelaksanaan peradilan secara tidak berbelit-belit dan dengan biaya yang seminim mungkin guna menjaga kestabilan terdakwa. Asas ini menghendaki agar peradilan dilakukan dengan cepat. artinya, dalam melaksanakan peradilan diharapkan dapat diselesaikan dengan sesegera mungkin dan dalam waktu yang singkat. Sederhana mengandung arti bahwa dalam menyelenggarakan peradilan dilakukan dengan simpel, singkat dan tidak berbelit-belit. Biaya murah berarti penyelenggaraan peradilan dilakukan dengan menekan sedemikian rupa agar terjangkau oleh pencari keadilan, menghindari pemborosan, dan tindakan bermewah-mewahan yang hanya dapat dinikmati oleh yang berduit saja.

Dalam Pasal 2 ayat 4 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menegaskan masalah asas ini : Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan.

Selain peraturan di atas, azas ini juga diatur dalam pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi: “Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan”.


  1. Memperoleh bantuan hukum yang seluas-luasnya bagi terdakwa

Yaitu adanya bantuan hukum yang diberikan bagi terdakwa. Dalam Pasal 69 sampai dengan Pasal 74 KUHAP diatur tentang bantuan hukum tersebut dimana tersangka/terdakwa mendapat kebebasan yang sangat luas. Kebebasan itu antara lain sebagai berikut. Bantuan hukum dapat diberikan sejak saat tersangka ditangkap atau ditahan. Bantuan hukum dapat diberikan pada semua tingkat pemeriksaan. Penasihat hukum dapat menghubungi tersangka atau terdakwa pada semua tingkat pemeriksaan pada setiap waktu.Pembicaraan antara penasehat hukum dan tersangka tidak didengar oleh penyidik dan penuntut umum kecuali pada delik yang menyangkut keamanan negara.

Turunan berita acara diberikan kepada tersangka atau penasihat hukum guna kepentingan pembelaan. Penasihat hukum berhak mengirim dan menerima surat dari tersangka atau terdakwa. Pembatasan hanya dikenakan jika penasehat hukum menyalahgunakan hak-hak tersebut.Tidak hanya di dalam KUHAP, prinsip ini merupakan prinsip umum yang diatur dalam konvensi internasional tentang hak sipil dan politik. Prinsip umum tentang bantuan hukum adalah:

Dapat didampingi di semua tingkat pemeriksaan (Pasal 54);

Dapat memilih sendiri penasihat hukumnya (Pasal 55);

pasal 56 ayat (1) KUHAP yang berbunyi sebagai berikut : Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat bagi mereka


  1. Pemberitahuan apa yang didakwakan dan dasar hukum dakwaan

Bahwa setiap pemeriksaan di kasus pidana, para pihak (tersangka dan pengacara) wajib diberitahukan atas apa yang telah didakwakan kepada mereka dan dasar hukumnya, serta wajib diberitahukan hak-haknya, termasuk hak untuk menghubungi dan meminta bantuan penasihat hukum.


  1. Hadirnya Tersangka Dalam Pengadilan.

Berbeda dalam pengadilan ketika mengadili kasus perdata yang dapat mewakilkan kepada ahli waris atau orang lain, dalam pangadilan dalam memeriksa perkara pidana harus dengan hadirnya terdakwa. Hal ini diatur dalam pasal 12 ayat (1) Undang-undang nomor 48 tahun 2009 : Pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana dengan kehadiran terdakwa, kecuali undangundang menentukan lain.


  1. Prinsip peradilan tebuka untuk umum

Yaitu hak dari publik untuk menyaksikan jalannya peradilan (kecuali dalam hal-hal tertentu), artinya pemerikasaan pendahuluan, penyidikan, dan praperadilan tidak terbuka untuk umum. Hal ini dapat diperhatikan pula Pasal 153 ayat (3) dan ayat (4) KUHAP yang berbunyi sebagai berikut : Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kasusilaan dan terdakwanya anak-anak.

Hal tersebut juga dipertegas dalam pasal 13 ayat (1) Undang-undang nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman : Semua sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali undang-undang menentukan lain.


  1. Pemeriksaan Hakim secara langsung atau lisan (oral debate)

Yaitu peradilan dilakukan oleh hakim secara langsung dan lisan (tidak menggunakan tulisan seperti dalam hukum acara perdata artinya langsung kepada terdakwa dan para saksi. Pemeriksaan hakim juga dilakukan secara lisan, artinya bukan tertulis antara hakim dan terdakwa. Ketentuan mengenai hal di atas dapat diambil dari penjabaran pasal-pasal 154, 155 KUHAP, dan seterusnya. Hal ini menunjukkan bahwa azas pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan tersirat dalam KUHAP.

Pengecualian : putusan yang dijatuhkan tanpa hadirnya terdakwa (putusan verstek atau in absentia) seperti acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan (ps.213 KUHAP) : Terdakwa dapat menunjuk seseorang dengan surat untuk mewakilinya.


  1. Tidak mengajukan pertanyaan jerat

Asas ini menunjukan bahwa dalam peradilan pidana seorang hakim tidak boleh memberikan atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menjerumuskan dan menjebak atau seolah-seolah memaksa seorang terpidana mengakui tuduhan yang dijeratkan kepadanya.

Dalam (Pasal 1 butir a dan b serta Pasal 137 dan seterusnya KUHAP) wewenang penuntutan dipegang penuntut umum sebagai monopoli, artinya tiada badan lain yang boleh melakukan itu. Jadi hakim tidak dapat meminta supaya delik/jerat diajukan kepadanya. Jadi hakim hanya menunggu saja penuntutan dari penuntut umum.

Dalam hubungannya dengan hak penuntutan dikenal dua asas yaitu yang disebut asas legalitas dan opportunitas (het legaliteits en het opportuniteits beginsel) menurut asas yang tersebut pertama penuntut umum wajib menuntut suatu delik. Menurut asas yang kedua, penuntut umum tidak wajib menuntut seseorang yang melakukan delik jika menurut pertimbangannya akan merugikan kepentingan umum. Jadi demi kepentingan umum, seseorang yang melakukan delik tidak dituntut.


  1. Asas Accusatoir

Asas accusatoir menunjukkan bahwa seorang tersangka/tersangka yang diperiksa bukan menjadi obyek tetapi sebagai subyek. Asas ini memperlihatkan pemeriksaan dilakukan secara terbuka untuk umum. Dimana setiap orang dapat menghadirinya.

Terdakwa mempunyai hak yang sama nilainya dengan penuntut umum, sedangkan hakim berada di atas kedua belah pihak untuk menyelesaikan perkara pidana menurut hukum pidana yang berlaku.Sebagai realisasi prinsip accusatoir di pengadilan terlihat. Terdakwa bebas  berkata-kata. Bersikap sepanjang untuk membela diri dan sepanjang tidak bertentangan dengan hukum, seringnya terdakwa diam tanpa menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya. Adanya penasihat hukum yang mendampingi terdakwa untuk membela hak-haknya. Selain itu, terdakwa bebas mencabut pengakuan-pengakuan yang pernah ia kemukakan di luar sidang dan ini dapat dikabulkan sepanjang hal itu logis dan beralasan.

Asas ini tersurat dalam KUHAP yaitu pada Pasal 52, Pasal 55, Pasal 65 karena kebebasan memberi dan mendapatkan nasihat hukum menunjukkan bahwa dengan KUHAP telah dianut asas akusator (accusatoir).


  1. Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang

Asas ini disebut juga dengan asa kesamaan atau Asas Equality Before The Law, artinya setiap orang harus diperlakukan sama didepan hukum tanpa membedakan suku, agama, pangkat , jabatan dan sebagainya. Asas ini diatur dalam Pasal 4 Ayat (1) UU Nomer 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman : Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.

  1. Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain diluar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali yang disebut dalam UUD RI Tahun 1945.

Seperti halnya yang telah dijelaskan dalam pasal 3 ayat (2) UU no. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman menyebutkan : Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kekuasaan kehakiman yang merdeka” secara konstitusional meliputi:

Larangan terhadap upaya campur tangan (intervensi) pihak lain di luar kekuasaan kehakiman (termasuk eksekutif) kecuali campur tangan itu dibolehkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Dalam hal ini, Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) secara limitatif menetapkan wewenang “intervensi” eksekutif terhadap urusan peradilan hanya menyangkut grasi, rehabilitasi, amnesti, serta abolisi. Wewenang ini disebut “Wewenang Pseudo Yudisial.” Dalam bentuk aturan hukum, konsepsi “Kekuasaan kehakiman yang merdekadituangkan dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Menurut Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi : Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia .














DAFTAR PUSTAKA :

Kansil, C. S. T., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, 1989, Jakarta: Balai pustaka

http://michibeby.wordpress.com/2012/11/20/asas-asas-dalam-hukum-acara-pidana/

http://umemsindonesia.blogspot.com/2013/01/asas-asas-hukum-acara-pidana.html

http://elandaharviyata.wordpress.com/2012/12/20/asas-asas-hukum-acara-pidana/

(diakses pada: 10/12/2013 pukul 19:30)



A DASAR HUKUM 1 UNDANGUNDANG RI NOMOR 23 TAHUN
ABSTRAK PEMBARUAN METODE PENEMUAN HUKUM ISLAM DENGAN PENDEKATAN TERPADU
ALUMNI PROGRAM STUDI ILMU HUKUM UMM TAHUN 2002 PERIODE


Tags: acara pidana, seperti acara, untuk, pidana, hukum, memenuhi, disusun, acara