EDISI4ARTIKEL BEBAS RM SRIDANTO TUBUH DAN DARAH KRISTUS DALAM

EDISI4ARTIKEL BEBAS RM SRIDANTO TUBUH DAN DARAH KRISTUS DALAM






Tubuh dan Darah Kristus dalam Ekaristi

Edisi-4-Artikel bebas: Rm. Sridanto



Tubuh dan Darah Kristus dalam Ekaristi

Adalah Korban dan Sakramen Cinta

dibawakan dalam Talk Show di Katedral Jakarta

1 Juni 2013”



Ekaristi secara teologis dapat ditelusuri dari pemahaman akan korban dan perjamuan maupun Sabda dan Sakramen. Secara liturgis bisa dipahami melalui bagian bagiannya entah dalam liturgi Sabda maupun liturgi Ekaristi.

Dalam topik ini saya mencoba mengajak anda sekalian untuk lebih dalam memahami unsur unsur yang membangun Ekaristi sebagai komunio umat beriman. Ekaristi adalah komunio, persekutuan umat beriman karena memang di sana terjadi perjumpaan orang orang beriman dalam persekutuan dan dalam Sakramen. Muncul pertanyaan Ekaristi macam apa yang membangun komunio umat beriman itu? Untuk dapat menjawab pertanyaan ini, baiklah kita kembali memahami arti Ekaristi itu sendiri.



  1. Ekaristi sebagai Korban dan Perjamuan

Inti dari teologi Ekaristi adalah anamnesis (pengenangan) korban Kristus di salib.Inilah puncak dari seluruh sejarah keselamatan: pada saliblah dan di sanalah Allah sendiri telah menebus kita, mendamaikan kita dengan dirinya dan mendukung kita dengan paritisipasinya dalam hidup ilahi.

Perjamuan terakhir Yesus adalah ritual antisipasi akan korban di salib. Dalam ritual ini, roti yang terpecah melambangkan tubuh yang dikurbankan: ”Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagimu.” Anggur melambangkan darahnya yang tercurah sebagai korban: ”Inilah piala darah-Ku...., yang dicurahkan bagimu dan bagi semua orang.”

Perjamuan Akhir Tuhan Yesus dirayakan dalam konteks Pesta Paska Yahudi. Perjamuan ini adalah perjamuan Paskah tahunan orang Yahudi. Untuk mengenang kembali peristiwa pembebasan dari penindasan Mesir.

Perayaan Ekaristi kita adalah “Perayaan Misteri Sengsara, Wafat, dan Kebangkitan Kristus.” Ini adalah anamnesis. Ini adalah peringatan akan Korban Kristus. Apa yang diantisipasi oleh Perjamuan Akhir sebagai peristiwa masa depan, adalah sama dan identik dengan Ekaristi kita yang memperingati korban Kristus ini sebagai masa lalu.

Karena itu perayaan Ekaristi adalah bentuk perjamuan yang mendapatkan kerangka dasarnya dari Perjamuan Terakhir:” Ia mengambil roti/piala (persiapan persembahan), Ia mengucapkan doa berkat (Doa Syukur Agung), Ia memecah roti, dan memberikan roti terpecah dan piala terberkati kepada para muridNya (ritus Komuni).

Marilah kita pertimbangkan hal ini:Wujud misa terdiri dari komponen perjamuan: umat dan pemimpinnya, meja, kata kata di sekitar meja, persembahan oleh umat, suatu ungkapan syukur, dan komuni. Bagaimanapun teologinya berarti terdiri dari elemen element yang berkenaan dengan korban. Elemen elemen ini adalah: pemimpin yang melakukan peran sebagai imamat, meja yang melambangkan altar korban, roti dan anggur yang adalah sakramen tubuh Yesus yang tertusuk dan darahNya yang tercurahkan di salib. Karena itu liturgi ekaristi tidak dapat dikurangi maknanya menjadi semata mata perjamuan persahabatan atau di lain sisi semata mata hanya tindakan korban murni. Ketika bentuk liturgis secara jelas mengungkapkan aspek perjamuannya, seharusnya makna dasarnya tidak bisa diabaikan yaitu suatu anamnesis dan sekaligus kehadiran nyata korban Yesus.

2.Ekaristi sebagai Sakramen Cinta

“Sementara itu sebelum hari raya Paska mulai, Yesus telah tahu, bahwa saatNya sudah tiba untuk beralih dari dunia ini kepada Bapa. Sama seperti Ia senantiasa mengasihi murid-muridNya demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya.” (Yoh.13:1).Penting dicatat di sini bahwa Perjamuan Akhir, Pembasuhan Kaki dan juga Penyaliban adalah ungkapan cintanya yang sempurna kepada para murid. Cinta ditunjukan oleh Yesus dalam Perjamuan Akhir, Pembasuhan Kaki dan juga Penyaliban yang kini diekspresikan kembali dan ditemukan gemanya dalam perayaan Ekaristi.



2.a.Ritus Persiapan Persembahan: Cinta pada Kaum Papa.



Pada abad kedua, menurut tulisan Yustinus Martir, roti dan anggur dan bahan-bahan lainnya dipersembahkan untuk dibagikan kepada orang miskin, para janda dan anak anak yatim piatu. Apa yang disebut persembahan bersifat simbol (misalnya bunga) dewasa ini kerap mengurangi makna asli dari ritus persembahan.

Dalam abad ketiga,Santo Siprianus dari Kartago, menegur seorang wanita kaya yang tidak pernah memberikan persembahannya kepada komunitas Ekaristis bahkan sampai hati “memakan roti orang miskin”.

Terkait dengan persembahan bagi orang miskin ini, praktek penambahan air ke anggur (anggur yang dicampur air, atau poterion menurut Yustinus Martir) karena anggur yang datang dari orang miskin itu kualitasnya buruk. Orang-orang Roma tidak mencampur anggur baik dengan air.

Kegembiraan untuk memberi diekspresikan oleh proses persembahan oleh orang Zaire di mana semua jemaat datang menari menuju altar dan menyanyikan lagu lagu dengan gembira saat mereka menghantar bahan-bahan persembahan. Tarian yang mereka bawakan dalam persembahan merupakan suatu upaya menangkap kegembiraan atas hasil jerih payah manusia yang dipersembahkan untuk Tuhan dan sesama yang membutuhkan.

Penting untuk dicatat, bahwa persembahan Kamis Putih pada Misa Malam Perjamuan Terakhir adalah diberikan kepada orang orang miskin.

2.b.Pemecahan Roti: Cinta melalui Korban

Pada perjamuan akhir, Yesus memecah roti dan membagi pecahan yang terbagi itu kepada para murid sebagai anda cintaNya kepada mereka. Dalam Ekaristi imam memecah roti untuk menandakan cinta Kristus yang tubuh-Nya “terpecah” bagi hidup kita.

Setiap saat roti terpecah yang kita kenang adalah rasa sakit yang ditanggung Yesus di salib. Setiap saat imam memecah roti, ia mengidentifikasi dirinya dengan Kristus yang memecah diriNya untuk yang lain. Setiap kali umat menerima komuni, mereka diingatkan bahwa mereka juga harus dipecah seperti Kristus yang mereka terima.

Simbol yang sangat penting ini menjadi lemah ketika imam memecah mecah roti dan menyantapnya sendiri, Akan lebih indah kalau hosti-besar dipecah-pecah lalu dibagikan; meski hanya dalam jumlah sangat terbatas.

.Untuk hal praktis, kita menggunakan roti yang sudah dipecah sebelumya dan disebut hosti kecil. Hal praktis ini semoga tetap dipahami sebagai makna dari dibaginya roti terpecah.

Karena itu Ekaristi harus dipahami dalam tiga kata: pemecahan, pembagian dan cinta. Kita dipecah pecah untuk dibagi, dan kita dibagi untuk mengekspresikan cinta.





2.c.Komuni Kudus: Cinta dengan mereka yang Miskin.

Bagi jemaat perdana yang menyalahgunakan Komuni Ekaristi, Paulus mengingatkan:”Apabila kamu berkumpul, kamu bukanlah berkumpul untuk makan perjamuan Tuhan. Sebab pada perjamuan itu tiap tiap orang memakan dahulu makanannya sendiri, sehingga yang seorang lapar dan yang lain mabuk. Apakah kamu tidak mempunyai rumah sendiri untuk makan dan minum? Atau maukah kamu menghinakan Jemaat Allah dan memalukan orang yang tidak mempunyai apa apa?” (1 Kor.11:20).

Pada saat komuni, kita tidak makan dan minum untuk memenuhi kepuasan jasmani. Ini sama sekali tidak dimaksudkan dalam komuni suci.

Dalam suatu diskursus, Santo Yohanes Krisostomus menekankan hubungan yang dekat antara Yesus yang hadir di altar dan Yesus yang hadir untuk orang miskin. “apakah engkau menghormati Tubuh Kristus? Jika ya jangan ijinkan orang menghina anggotanya yang miskin yang tidak mempunyai pakaian untuk dirinya sendiri. Jangan menghormati Dia di gereja dengan pakaian sutera sementara di luar sana engkau menolak Dia karena Dia kedinginan dan telanjang....Apa yang diperolah orang Kristiani dari meja korban yang penuh dengan benda benda berlapis emas ketika Dia justru mati di tengah tengah orang yang miskin?”



2.d.Membasuh Kaki: Cinta melalui Pelayanan yang Rendah hati.

Upacara pembasuhan kaki mulai muncul pada abad kelima di Yerusalem, yang diadopsi dari gereja gereja lain di Timur dan Barat. Pada abad ketujuh, rumah tangga kepausan mempraktekkannya, namun belum menjadi bagian dari liturgi sampai pembaruan Vatikan II. Dalam dunia purba, pembasuhan kaki mengekspresikan perhatian dan keramahan kepada tamu tamu dan khususnya para pejalan kaki.



3.Penutup

Dalam Injil Yohanes, narasi dan kata kata institusi Ekaristi tidak ditemukan, namun kenyataannya hadir dalam simbol pembasuhan kaki. Tindakan Yesus yang rendah hati ini mengungkapkan apa yang ia maksudkan dengan Ekaristi: Cintailah satu dan lainnya dengan melayani satu sama lain.



RD.Sridanto Aribowo







Tags: edisi4artikel, tubuh, darah, sridanto, dalam, bebas, kristus