KEPEMIMPINAN DAN DAULAT RAKYAT DR H ABDUL MALIK MPD

ABSTRAK DARMIN 2016PENGARUHSUPERVISIAKADEMIKPENGAWAS KEPEMIMPINANKEPALASEKOLAH DANKULTURSEKOLAHTERHADAPKINERJA GURU SMK NEGERI DI
ABSTRAK LAPORAN AKHIR INI BERJUDUL “KEPEMIMPINAN CAMAT DALAM MENEGAKKAN
GROUP 12 ANALISIS PENGARUH KEPEMIMPINAN KUALITAS DOSEN DAN SUMBER

HUBUNGAN BUDAYA ORGANISASIONAL KEEFEKTIFAN ORGANISASIONAL DAN KEPEMIMPINAN TELAAH PERSPEKTIF
KEPEMIMPINAN DAN DAULAT RAKYAT DR H ABDUL MALIK MPD
KEPEMIMPINAN PENDAHULUAN DALAM SETIAP KELOMPOK GROUP ATAU ORGANISASI KEPEMIMPINAN

Kepemimpinan dan Daulat Rakyat


Dr. H. Abdul Malik, M.Pd.


 

KEPEMIMPINAN DAN DAULAT RAKYAT DR H ABDUL MALIK MPD RAJA Ali Haji rahimahullahdalam karya-karya beliau, menaruh perhatian terhadap pelbagai perkara berhubung dengan pembangunan manusia dan kemanusiaan. Di antara persoalan yang menjadi sorotan beliau adalah kepemimpinan. Untuk itu, beliau menulis dua buku khusus yaitu Muqaddima Fi Intizam (1857) dan Tsamarat al-Muhimmah (1858). Di samping kedua buku khas itu, Raja Ali Haji masih juga membahas masalah kepemimpinan dalam hampir semua karya beliau. Dalam hal ini, tak ada masalah kepemimpinan yang luput dari perhatian beliau dalam semua karya itu.


Dari karya-karya Raja Ali Haji, dapatlah diketahui bahwa beliau mengidealkan kepemimpinan yang baik dan bermartabat yang diterajui oleh pemimpin yang memiliki kehalusan budi. Hanya dari pemimpin dengan kualitas ideal itulah daulat rakyat dan marwah negeri atau negara akan terjulang. Berhubung dengan itu, seseorang pemimpin, khususnya pemimpin masyarakat, negeri, dan atau negara harus memiliki kualitas tertentu sehingga dia layak menjadi pemimpin yang sesungguhnya, pemimpin sejati, atau pemimpin yang negarawan.


Berdasarkan ilmu tentang tanda (Semiotika), kualitas kepemimpinan yang dikemukakan oleh Raja Ali Haji itu disebut indeks atau penanda kehalusan budi pemimpin. Dalam hal ini, kualitas kepemimpinan seseorang dapat ditakar dan diukur dari ada-tidaknya penanda tersebut pada diri pemimpin yang bersangkutan dalam praktik kepemimpinannya. Untuk itu, terhimpun lima puluh enam indeks kepemimpinan dan atau pemimpin yang baik di dalam karya-karya Raja Ali Haji. Kali ini hanya dibahas satu saja kualitas utama pemimpin dan atau kepemimpinan menurut penulis besar di Alam Melayu itu.


Kualitas pertama sebagai penanda pemimpin yang baik, menurut Raja Ali Haji, adalah orangnya taat beragama. Perkara itu dikemukakan oleh beliau dalam karya Tsamarat al-Muhimmah.


Syahdan inilah segala sebab yang mengesahkan menjadi raja [baca: pemimpin, A.M.]. Adapun segala syaratnya ‘alal jumlah. Bahwa hendaklah raja [pemimpin] itu Islam yang teguh memegang agama Islam …. Lagi pantas segera berbangkit pada tiap-tiap pekerjaan yang jadi kebajikan. Maka, inilah setengah syarat raja [pemimpin] atas yang dihimpunkan,” (Raja Ali Haji dalam Abdul Malik, Ed., 2013:29).


Kutipan Tsamarat al-Muhimmah pada perenggan di atas dengan tegas menyebutkan bahwa pemimpin itu hendaklah taat beragama atau istilah yang digunakan oleh Raja Ali Haji teguh memegang agama. Hal itu bermakna indikator keberhasilan kepemimpinan, menurut Raja Ali Haji, apabila pemimpinnya taat beragama. Itulah syarat utama yang seyogianya menjadi pegangan setiap orang yang bercita-cita menjadi pemimpin yang baik. Bersamaan dengan itu, kualitas serupa mestilah menjadi pedoman bagi rakyat atau masyarakat dalam menentukan pemimpin yang mampu memberikan daulat (meningkatkan martabat) rakyat atau bangsa, yang pada gilirannya mampu menjulangkan marwah negeri atau negara. Jika persyaratan itu gagal dipenuhi, berarti juga matlamat atau tujuan mulia bernegeri atau bernegara tak akan pernah tercapai.


Ternyata, Raja Ali Haji mendasarkan keyakinan beliau itu pada pedoman dari Allah. Di antara sekian firman Allah tentang perkara itu adalah ayat yang dinukilkan berikut ini.


Dan, barang siapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka,” (Q.S. Al-Nisaa’:80).


Ayat di atas ditujukan oleh Allah kepada Nabi Muhammad s.a.w. Dalam hal ini, Baginda Rasul diutus, antara lain, untuk memelihara umat yang taat beragama, bukan yang menyimpang atau berpaling. Dengan demikian, umat yang ingkar dari ketaatan itu tak menjadi kewajiban Rasulullah s.a.w. untuk memeliharanya. Sebagai pemelihara umat yang taat beragama, jelaslah pula bahwa Rasulullah s.a.w. sendiri merupakan figur yang sangat taat beragama, bahkan Baginda menjadi suri tauladan kepemimpinan bagi seluruh alam. Tentulah ketauladanan itu harus diikuti oleh siapa pun pemimpin yang datang kemudian. Tanpa jaminan pemeliharaan dari Allah, amat mustahillah pemimpin yang berpaling dari ajaran agama akan mampu membawa rakyat dan negeri atau negaranya ke gerbang kesejahteraan dan kemakmuran yang sesungguhnya.    


Karya Raja Ali Haji Gurindam Dua Belas pula awal-awal lagi telah mengingatkan perkara ketaatan beragama itu. Pasal yang Pertama, bait 1—6, diikuti oleh Pasal yang Kedua seluruh baitnya, karya monumental itu mendedahkan perkara yang amat mustahak tersebut.

 

Barang siapa tiada mengenal agama

           Sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama

               

Barang siapa mengenal yang empat

Ia itulah orang yang makrifat

 

Barang siapa mengenal Allah

Suruh dan tegahnya tiada ia menyalah

 

Barang siapa mengenal diri

Maka telah mengenal Tuhan Yang Bahari

 

Barang siapa mengenal dunia

Tahulah ia barang yang terpedaya

 

Barang siapa mengenal akhirat

Tahulah ia dunia mudarat

 

Ungkapan barang siapa pada bait di atas mengacu kepada sesiapa saja, pribadi-pribadi, atau sesiapa pun. Hal itu bermakna seruan atau amanatnya ditujukan kepada diri kita manusia. Dalam hal ini, setiap diri kita seyogianya mengenal agama, termasuk para pemimpin.

Ungkapan mengenal agama tak semata-mata terbatas atau berhenti pada mengenal saja, tetapi dilanjutkan dengan meyakini, mempelajari, memahami, dan mengamalkan ajaran dan anjuran agama. Dengan kata lain, mengenal agama mencakupi makna yang lebih luas yaitu melaksanakan ajaran atau taat beragama. Hal itu menjadi lebih jelas setelah kita mengikuti pasal-pasal dan bait-bait berikutnya karena pasal-pasal dan bait-bait Gurindam Dua Belas itu berkait-kaitan antara satu dan lainnya berhubung dengan masalah akidah, ibadah, muamalah, dan akhlak, yang kesemuanya bersumber dari ajaran agama Islam.


Pasal yang Pertama, bait 1—6, di atas berhubung dengan masalah akidah. Setelah taat beragama, para pemimpin seyogianya mengenal Allah. Pasalnya, kepemimpinan akan berjalan baik dan terjamin jika disertai oleh hidayah dan inayah Allah. Selain itu, kepemimpinan itu harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah di akhirat kelak. Masalah kepemimpinan itu tak hanya selesai di dunia, tetapi pasti berhadapan dengan mahkamah akhirat, yang Allah secara langsung akan menjadi Hakimnya. Oleh sebab itu, persoalan akidah yang berkaitan dengan keyakinan kepada Allah menjadi syarat mutlak kepemimpinan.


Selain mengenal Allah, pemimpin yang baik wajib mengenal diri sendiri. Dia tahu menakar kekuatan dan kelemahan dirinya. Dengan pengetahuan dan pemahaman itu, pemimpin yang baik akan selalu memohon petunjuk dan pertolongan Allah untuk mengatasi kelemahannya dan meningkatkan kemampuannya sehingga dia dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab kepemimpinan, khasnya menjaga rakyat dan negeri atau negara, yang diamanahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya menurut penilaian manusia dan lebih-lebih berdasarkan pedoman Ilahi.


Selepas itu, walaupun dia menjadi pemimpin di dunia, karena tanggung jawabnya dibawa sampai ke akhirat, pemimpin yang taat beragama akan selalu waspada terhadap tipu-daya dunia berkaitan dengan kepemimpinan. Setiap kebijakan dan putusan kepemimpinan dipertimbangkannya secara seksama dari sudut kebaikan dunia dan faedah akhiratnya. Dia tak pernah leka dan lena oleh sebarang anasir yang akan menjejaskan nilai-nilai kepemimpinan yang baik bagi seluruh masyarakat dan atau rakyat yang dipimpinnya. Dia tak akan pernah rela negeri atau negaranya tergadai karena kecerobohan dan hawa nafsu kepemimpinannya. Dia pun akan mengerahkan segala kemampuan yang dimilikinya untuk menjulangkan martabat dan marwah bangsanya seraya senantiasa berharap akan inayah Allah.


Kualitas kepemimpinan yang diperikan itu hanya melekat dalam diri pemimpin yang taat beragama. Sebaliknya, pemimpinan yang rendah ketaatan agamanya hanya memikirkan dan berbuat untuk keuntungan duniawi. Dia pun, umumnya, menganggap kejayaan kepemimpinan menurut ukurannya sendiri hanya karena kehebatan dirinya. Alhasil, jenis kepemimpinan yang disebutkan terakhir itu tak pernah berhasil membawa rakyat menuju kesejahteraan, melainkan kesejahteraan duniawi bagi dirinya sendiri, keluarganya, dan orang-orang terdekat dengannya. Dia hanya memanfaatkan dan, bahkan, memanipulasi ketaktahuan, ketakacuhan, bahkan ketakutan masyarakat atau rakyat untuk keuntungan duniawinya.


Syaidina Ali r.a. berkisah bahwa Rasulullah s.a.w. mengutus satu pasukan dan mengangkat seorang Anshar sebagai pimpinan pasukan itu. Ketika mereka keluar, pemimpin itu marah karena suatu perkara kepada mereka seraya berkata, “Bukankah Rasulullah telah memerintahkan kalian untuk taat kepadaku?” Mereka menjawab, “Benar.” Dia berkata lagi, “Kumpulkanlah kayu bakar untukku!” Kemudian, dia meminta api lalu membakarnya seraya berkata, “Aku berkeinginan keras agar kalian masuk ke dalamnya.” Maka, nyaris saja mereka masuk ke api itu. Maka, seorang pemuda di antara mereka berkata, “Sesungguhnya, (jika kalian lari, maka) larilah kalian menuju Rasulullah s.a.w. untuk menghindarkan diri dari api ini. Jangan kalian terburu-buru hingga kalian bertemu dengan Rasulullah s.a.w. Apabila Baginda Rasul memerintahkan kalian untuk masuk ke api itu, maka masuklah.” Maka, mereka pun kembali kepada Rasulullah s.a.w. dan mengabarkan hal itu. Maka, Rasulullah pun bersabda, “Seandainya kalian masuk ke api itu, pasti kalian tak akan pernah keluar lagi darinya selama-lamanya. Ketaatan itu hanyalah (berlaku) pada sesuatu yang makruf,”(H.R. Ahmad).


Hadits di atas menegaskan ketaatan yang benar dalam menentukan dan mengikuti pemimpin. Dalam hal ini, ketaatan yang dimaksudkan adalah ketaatan yang sesuai dengan perintah Allah dan Rasulullah s.a.w., bukan berdasarkan hawa nafsu seseorang pemimpin. Dengan demikian, taat beragama sebagai kualitas kehalusan budi pemimpin yang diamanatkan oleh Raja Ali Haji mendapat pembenaran dari syariat agama Islam.


Hikmahnya bagi kita adalah ini. Berhati-hatilah memilih dan menetapkan pemimpin. Janganlah menentukan pemimpin berdasarkan fanatisme buta atau bak terpesona oleh iklan produk murahan. Pasalnya, jika salah perhitungan, tak hanya di dunia, di akhirat pun masih akan kita rasakan padah (akibat)-nya. Dan, itu adalah janji Tuhan.@

   




KHUTBAH IDUL FITRI 1438 H KEPEMIMPINAN AMANAH YANG AKAN
KHUTBAH JUMAT KEPEMIMPINAN ROSILILLOH SAW RASULULLAH SANG PEMIMPIN IDEAL[1]
PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN PENGAWASAN MELEKAT TERHADAP DISIPLIN KERJA (UTARI)


Tags: abdul malik,, dalam abdul, daulat, malik, rakyat, kepemimpinan, abdul