32 BAB II LANDASAN TEORI A METODE TUNJUK SILANG

12 BAB 2 LANDASAN TEORI 1 FRAME CHASSIS SASIS
15 BAB II LANDASAN TEORI 1 IC TTL 1
16 BAB II LANDASAN TEORI 1 SEJARAH UMUM PERKEMBANGAN

19 BAB 2 LANDASAN TEORI 1 URAIAN SINGKAT MENGENAI
23 LANDASAN TEORI PENGERTIAN GAME PERMAINAN ATAU GAME ADALAH
26 BAB II LANDASAN TEORI 21 SEJARAH BERDIRINYA

32


BAB II

LANDASAN TEORI


  1. Metode Tunjuk Silang

Metode ini dinamakan tunjuk silang, karena dalam penerapannya digunakan panduan abjad Latin-Arab. Al-Qur’an yang menggunakan bahasa Arab tertulis dalam huruf hijaiyah. Namun dalam metode ini pengenalan huruf dan bacaan Al-Qur’an melalui pendekatan huruf Latin. Bila huruf hijayyah (Arab) dibaca berdasarkan ejaan huruf Latin akan tampak adanya persilangan letak antara kedua macam huruf tersebut. Manakala bacaan itu dihubungkan dengan garis, akan terlihat bentuk garis tanda silang (X) yang saling tunjuk antar kedua jenis aksara yang berbeda itu. Secara rinci pengertian tunjuk silang dimaksud, dapat dijelaskan sebagai berikut:

  1. Huruf awal kata pada huruf Al-Quran terletak di kanan, karena penulisannya dimulai dari kanan. Sebaliknya huruf awal kata dalam tulisan Latin terletak di kiri, karena menulisnya diawal dari kiri.

  2. Huruf akhir kata pada huruf Al-Qur’an terletak di kiri, sedangkan huruf akhir kata pada tulisan Latin terletak di sebelah kanan.

  3. Bila bunyi bacaan huruf Al-Qur’an ditulis dengan ejaan huruf Latin, maka letak kedua macam huruf pada kata tersebut, saling bersilangan. Bila dihubungkan dengan garis antar keduanya akan terbentuk garis silang, sebagai lukisan garis huruf yang saling tunjuk. Bagian kiri menunjuk bagian kanan, dan sebaliknya. Skemanya sebagai berikut:

H32 BAB II LANDASAN TEORI A METODE TUNJUK SILANG 32 BAB II LANDASAN TEORI A METODE TUNJUK SILANG uruf Al-Qur’an : Huruf akhir : Huruf awal

2 1

Huruf Latin : Huruf awal : Huruf Akhir

  1. 2

  1. Prosedur Penerapan Metode Tunjuk Silang

Adapun prinsip-prinsip metode tunjuk silang yaitu:

  1. Mengenal nama-nama huruf, tanda-tanda baca, kemudian di urai (dieja seperti alif-fatangsunhangsung bua-a, alif kasro-I, alif dhommah-u,a,I, dan seterusnya)

  2. Langsung bunyinya, yang penting anak bisa baca walaupun anak tidak mengenal nama hurufnya.

Tadaruj atau berangsur-angsur hal ini tercermin dalam tahapan pokok dalam membaca, yaitu:

  1. Disusun dari kongkrit menuju yang abstrak, misalnya kepada anak tidak diajarkan nama huruf alif bertanda fatha berbunyi “a” tapi cukup dikenalkan bila ada tongkat diatasnya.

  2. Dimulai dari mudah menuju sulit. Misalnya bacaan-bacaan tanwin dan nun sukun yang paling mudah adalah bacaan izhar, kemudian yang dibaca idghom, iqlab dan terakhir yang paling sulit adalah yang dibaca ikhfa. Untuk itu, di dalam buku tunjuk silang bacaan izharlah yang didahulukan hal ini sangat memudahkan bagi anak.

  3. Dimulai dari yang sederhana menuju yang komplit, misalnya pada jilid I masih berupa huruf-huruf tunggal berharakat fatha, jilid 2 huruf-huruf sambung yang pendek-pendek, kemudian jilid 3 dan 4 sudah mulai agak panjang-panjang dan pada jilid 5 dan 6 memuat bahasan-bahasan yang kompelit dan panjang-panjang.

  4. Cara belajar siswa aktif adalah suatu perinsif yang mengajarkan yang ditandai oleh di utamakannya ‘belajar dari pada mengajar” atau dengan perkataan lain CBSA adalah suatu sistem belajar mengajar yang ditekankan keaktifan siswa secara fisik, mental, intelektual dan emosional, guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Dengan prinsif CBSA ini dimaksudkan agar anak-anak betul mengerti dan bisa mengucapkan secara benar huruf-huruf yang dipelajarinya itu, serta terhindar dari verbalis (hafal tapi tidak mengerti).

  5. Tujuan kepada alat yang digunakan untuk mencapai tujuan itu. Dengan demikian, yang dipentingkan adalah tercapainya tujuan yang telah dirumuskan, bukan alat untuk mencapai tujuan tersebut.

  6. Pengajaran itu harus memperhatikan kesiapan, kematangan, potensi-potensi dan watak/ tabiat peserta didik. Pengajaran yang tidak memperhatikan masalah ini maka akan menjadi pemaksaan atau pertentangan yang biasa mengakibatkan berantakannya usaha pengajaran serta keseluruhan. Pemaksaan itu biasa terjadi kalau peserta didik belum biasa menerima suatu materi pengajaran, karena ia belum menguasai materi-materi yang menjadi prasarat bagi materi yang baru tersebut.1

Langkah awal dari pembelajaran ini, adalah mengenal bentuk dan karakteristik huruf. Persis seperti yang tertulis dalam Al-Qur’an itu sendiri. Langkah berikutnya adalah mengenal bagaimana ucapan setiap huruf itu. Untuk mempermudah pemahaman mengenai pengucapan ini, sementara digunakan bunyi ucapan yang disetarakan dengan pengucapan huruf Latin. Setelah pemahaman terhadap huruf dan bunyinya tuntas, maka pada tahap berikutnya baru dilakukan perangkaian huruf. Di bacaan rangkaian huruf ini pula metode tunjuk silang diterapkan selanjutnya kaidah serupa juga diterapkan pada bacaan rangkaian kata (ayat).2 Pengertian ini maka secara sistematis tersusun melalui penjelasan urutan pemahaman sebagai berikut:

1) Huruf Hijaiyyah yang berbunyi sebagai mad, dalam metode ini dibaca sebagai (huruf) vokal sesuai dengan bunyinya, sedangkan huruf tanda mad (birama) sesudah huruf vokal teap dibaca sebagai mad bukan sebagai huruf. Contohnya: فِيْهَا

2) Huruf hidup (vokal), metode tunjuk silang mengalih artikan syakl menjadi huruf vokal (huruf vokal). Contohnya: قُتِلَ

3) Huruf Ganda, dalam metode yang umum digunakan tanda baca yang disebut syaddah. Sehubungan dengan fungsinya maka dalam metode tunjuk silang, simbol itu diganti dengan huruf pengganda. Maksudnya semua huruf yang berada di bawah tanda syaddah ini dibaca sebagai huruf ganda. Contohnya: لَمَا

4) Tanda Birama lazimnya dikenal dengan mad, selain itu dalam metode tunjuk silang satuan perpanjangan disebut ketukan sebagai ganti harakat. Untuk memudahkan pengertian tentang satuan tanda panjang-pendek ini dalam metode tunjuk silang dilambangkan dengan huruf vokal tambahan. Contohnya: اُولئكَ

5) Istilah, dalam metode tunjuk silang digunakan pula istilah-istilah yang agak berbeda dari istilah yang umum digunakan. Istilah ketentuan digunakan sebagai pengganti istilah hukum ditujukan bukan untuk mengubah makna dasar, melainkan sekedar membantu mempermudah pengertian saja. Tanda Baris, tanda tersebut dalam Al-Qur’an ternyata ada yang diterapkan secara ganda. Tanda baris ganda huruf vokal α (-َ--) disebut fathatani (baris dua di atas), vokal u disebut dhommatani dan vokal i disebut kasrotani (baris dua di bawah huruf). Maka dalam metode tunjuk silang ke tiga tanda itu ditulis dan dibaca sesuai dengan bunyi lafaz bacaannya.

Metode tunjuk silang adalah perpaduan abjad latin dan arab, huruf-huruf Al-Qur’an yang tertulis dalam huruf arab di baca dari kanan kiri. Sebaliknya bila huruf Al-Qur’an tersebut ditulis dalam huruf latin akan tampak adanya persilangan huruf yang saling tunjuk silang. Selanjutnya di ungkapkan, bahwa ada 8 macam sifat dalam metode tunjuk silang, yaitu :

  1. Langsung baca : tanpa dieja, tidak perlu dikenalkan nama huruf dan tidak ada hafalan huruf hijaiyah.

  2. Cara belajar siswa aktif : santri yang belajar jangan di tuntun.

  3. Provat siswa berhadapan langsung dengan guru, yaitu : listening skill adalah melatih bunyi huruf dan kata, oral drill adalah latihan lisan mengucapkan yang di dengar, reading drill membaca huruf yang didengar dan diucapkan.

  4. Modul : siswa belajar sesuai dengan kemampuannya.

  5. Asistansi : siswa senior di jadikan asisten untuk membantu mengajar.

  6. Variatif

  7. komunikatif dalam buku iqro terdapat rambu petunjuk yang akrab dan mudah dipahami.

  8. Fleksibel cocok untuk segala usia dari tk sampai dewasa.3

Dari 8 macam sifat dalam pembelajaran membaca Al-Qur’an menggunakan metode tunjuk silang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan membaca Al-Qur’an karena menggabungkan dengan huruf latin dan arab.

Sedangkan kelebihan dan kelemahan metode tunjuk silang ini ada 2 yaitu:

1. Kelebihan Metode Tunjuk Silang

a. Memberi kemudahan kepada siswa secara cepat untuk memahami makna, pemahaman, dan mendalami materi ajar Al-Qur’an.

b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat saling mengembangkan potensi dirinya untuk dapat menerima penjelasan lebih lanjut.

c. Guru dapat dengan segera mengetahui kemajuan muridnya dari bahan yang telah diberikan.

d. Siswa lebih leluasa mendalami materi karena mendapat penjelasan dari teman-temannya sendiri.

e. Pertanyaan-pertanyaan yang sulit dari murid yang tidak dapat dijawab, dapat mendorong guru untuk memahami lebih mendalam dan mencari sumber-sumber lebih lanjut.

f. Bagi siswa yang pasif dan berpengetahuan rendah dapat tumbuh motivasi diri untuk belajar lebih banyak, karena mereka merasa tertinggal dan secara otomatis mengetahui kekurangan-kekurangnya.

2. Kelemahan Metode Tunjuk Silang

a. Pemakain waktu lebih banyak jika dibandingkan dengan metode ceramah, sehingga kadang-kadang menyebabkan bahan pelajaran tidak dapat dilaksanakan menurut waktu yang ditetapkan.4

b. Mungkin terjadi perbedaan pendapat antara guru dan murid. Hal ini terjadi karena pengalaman murid berbeda dengan guru. Kalau hal ini terjadi guru dan murid harus dapat membuktikan sumber buku yang dipakainya serta dapat membuktikan kebenaran jawabannya.

c. Situasi kelas cukup sibuk untuk mengatasi perbedaan pendapat antar siswa, karena mereka harus mengutarakan argumentasi masing-masing.

d. Sering terjadi penyelewengan dari masalah pokok, karena terkadang siswa ingin menjatuhkan kepada temannya dengan pertanyaan yang sangat sulit. Hal ini peran guru sangat penting untuk mengatasi pertanyaan-pertanyaan siswa.

e. Terkadang jawaban siswa menyimpang jauh dari permasalahan yang ditanyakan sehingga mengakibatkan perseteruan yang berkelanjutan.


C. Kemampuan Baca Tulis Al-Qur’an (BTQ)

1. Pengertian Baca Tulis Al-Qur’an

Pengertian “baca” di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis.5 Sedangkan “tulis” dapat diartikan sebagai mencoretkan huruf atau melukis diatas kertas atau yang lain.6 Jika disimpulkan maka pengertian dari Baca Tulis itu adalah memahami isi dari sebuah coretan huruf yang terdapat diatas kertas atau yang lainnya.

Sedangkan pengertian Al-Qur’an menurut bahasa ialah bacaan atau yang dibaca.7 Hal serupa juga dikemukakan oleh Drs. Syahminan Zaini, di dalam bukunya “Kewajiban Orang Beriman terhadap Al-Qur’an” bahwa kata Al-Qur’an adalah mashdar dari kata qara’a yang berarti bacaan atau yang dibaca. Oleh karena itu Al-Qur’an harus selalu kita baca dan diusahakan agar mengerti isinya.8

Sedangkan menurut istilah Al-Qur’an adalah kalam Ilahi yang tidak ada keraguan didalamnya, sekaligus mukjizat kerasulan Nabi Muhammad SAW. Di dalamnya menerangkan tentang kisah kehidupan umat manusia dan segala macam makhluk yang ada di semesta ini. Dari bidang ketauhidan, binatang, alam, tumbuhan dan kisah orang-orang terdahulu, yang semuanya itu diterangkan secara terperinci dan jelas.9


Raghib As-Sirjani dan Abdurrahman Abdul Khaliq mengemukakan bahwa “Al-Qur’an Al-Karim adalah kalamullah yang diturunkan kepada penutup para rasul, Muhammad bin Abdullah. Dia telah menurunkan Al-Qur’an Al-Karim dengan berbahasa Arab melalui lisan Nabi Muhammad SAW. Sehingga, hal itu merupakan bentuk pemuliaan terhadap bangsa Arab. Allah juga telah menjadikan Al-Qur’an Al-Karim sebagai mukjizat yang kekal bagi Rasulullah SWT”.10


Allah SWT. berfirman:

وَإِنَّهُ لَذِكْرٌ لَكَ وَلِقَوْمِكَ وَسَوْفَ تُسْأَلُونَ

Artinya : “Dan sesungguhnya Al-Qur'an itu benar-benar adalah suatu kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu dan kelak kamu akan diminta pertanggungjawaban”. (QS. Az-Zukhruf : 44)11

Selain itu juga Ahmad von Denffer, di dalam bukunya Ilmu Al-Qur’an Pengenalan Dasar, mendefinisikan Al-Qur’an sebagai berikut:12

  1. Firman Allah, yang disampaikan lewat Rasulullah, Muhammad SAW., lewat perantaraan malaikat Jibril, yang makna dan pelafalannya secara tepat sampai pada kita melalui beberapa orang, baik secara lisan ataupun lewat tulisan.

  2. Yang tak tertirukan dan khas dan selalu di bawah lindungan Allah dari kemungkinan disalahgunakan.


Jadi dapat disimpulkan bahwa Al-Qur’an merupakan sebuah kitab atau firman Allah yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara Malaikat Jibril yang disampaikan secara mutawatir dengan menggunakan bahasa Arab, yang harus dibaca, difahami dan diamalkan isinya oleh manusia, agar hidup selamat di dunia dan di akhirat.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Baca Tulis Al-Qur’an adalah suatu coretan huruf yang terdapat di dalam Al-Qur’an dengan berbahasa Arab.

Muhadjir Sulthon, mengatakan bahwa sebenarnya belajar Baca Tulis huruf Al-Qur’an (BTQ) itu merupakan bagian daripada belajar bahasa Arab.13

Sedangkan Azharuddin Sahil mengemukakan bahwa bahasa Arab yang sebenarnya adalah bahasa Al-Qur’an itu sendiri, artinya bahasa Arab yang paling murni terdapat pada Al-Qur’an.14 Al-Qur’an sendiri menegaskan bahwa wahyu itu tertuang dalam lisan Arab yang jelas dan bahasa Al-Qur’an itu merupakan jenis bahasa Arab yang paling murni.15

Jadi dapat disimpulkan bahwa Baca Tulis Al-Qur’an adalah suatu coretan huruf yang terdapat di dalam Al-Qur’an yang diturunkan dengan berbahasa Arab. Bahasa Al-Qur’an yang paling murni dan penulisan bahasa Arab tentunya dengan menggunakan huruf hijaiyyah, maka Al-Qur’an pun ditulis dengan huruf hijaiyyah.


2. Adab-Adab Membaca Al-Qur’an

Al-Qur’an sebagai Kitab Suci atau wahyu Illahi yang mempunyai adab-adab tersendiri bagi orang-orang yang membacanya. Adab-adab itu sudah diatur dengan sangat baik, untuk penghormatan dan keagungan terhadap Al-Qur’an.

Adapun adab-adab bagi orang yang membaca Qur’an, yaitu sebagai berikut:16

  1. Membaca Qur’an sesudah berwudhu karena ia termasuk zikir yang paling utama.

  2. Membacanya ditempat yang bersih dan suci, untuk menjaga keagungan membaca Qur’an.

  3. Membacanya dengan khusyuk, tenang dan penuh hormat.

  4. Bersiwak (membersihkan mulut) sebelum mulai membaca.

  5. Membaca ta’awwuz (A’uzu billahi minasy syaitanir rajim).

  6. Membacanya dengan tartil yaitu dengan bacaan yang pelan-pelan dan terang.

  7. Memikirkan ayat-ayat yang dibacanya dengan mengkonsentrasikan hati untuk memikirkan makna yang terkandung dalam ayat-ayat yang dibacanya.

  8. Meresapi makna dan maksud ayat-ayat Qur’an yang berhubungan dengan janji maupun ancaman, sehingga merasa sedih dan menangis ketika membaca ayat-ayat yang berkenaan dengan ancaman karena takut.

  9. Membaguskan suara dengan membaca Qur’an karena Qur’an adalah hiasan bagi suara dan suara yang bagus lagi merdu akan lebih berpengaruh dan meresap dalam jiwa.

  10. Mengeraskan bacaan Qur’an karena membacanya dengan suara yang keras lebih utama.


Menurut Imam Al-Ghazali sebagaimana yang dikutip oleh Achmad Habibullah, dkk. membagi adab membaca Al-Qur’an menjadi dua, yaitu:17

  1. Adab batin, meliputi memahami asal firman, mengangungkan, merenungkan, serta memahami.

  2. Adab zahir, meliputi berwudlu lebih dahulu, mengambil dengan tangan kanan, dibaca di tempat yang bersih, menghadap kiblat, membaca ta’awudz, tartil, mengerti arti dan maksud ayat.


Selain itu juga adab-adab membaca Al-Qur’an, antara lain:18


  1. Disunahkan membaca Al-Qur’an apalagi sesudah berwudhu, sebab yang dibaca adalah kalam Illahi serta ketika mengambil Al-Qur’an dengan tangan kanan.

  2. Disunahkan membaca Al-Qur’an itu ditempat-tempat yang bersih, seperti di rumah-rumah, di musholla, terutama di masjid.

  3. Hendaknya membaca Al-Qur’an diawali dengan ta’awudz, basmallah dan diakhiri dengan shadaqallahuladzim.

  4. Disunahkan baca Al-Qur’an dengan tartil serta dibaca perlahan-lahan.

  5. Disunahkan membaca Al-Qur’an dengan suara yang indah dan merdu.

  6. Khusus bagi orang yang telah memahami tentang arti dan maksud ayat dibacanya, disunatkan membacanya dengan penuh perkataan dan pemikiran tentang ayat-ayat yang dibacanya itu, baik yang berkaitan tentang arti ayat maupun maksud-maksud yang terkandung di dalam ayat yang dibacanya.


Adapun nama-nama lain yang dipakai oleh Allah untuk menamakan Al-Qur’an, yaitu:19

  1. Al-Kitab

  2. Al-Furqan

  3. Az-Zikr

  4. Nur (cahaya)

  5. Huda (petunjuk)

  6. Syifa’ (obat)

  7. Rahmah (rahmat)

  8. Mau’izah (nasihat)

  9. Mubin (yang menerangkan)

  10. Mubarak (yang diberkati)

  11. Busyra’ (kabar gembira)

  12. Aziz (yang mulia)

  13. Majid (yang dihormati)

  14. Nazir (pembawa peringatan)


D. Kemampuan Membaca Al-Qur’an

Kemampuan berasal dari kata mampu yang artinya kuasa (sanggup melakukan sesuatu), dan kemudian kata ini mendapatkan awalan ke-an menjadi kemampuan yang berarti kesanggupan, kecakapan dan kekuatan. Dalam bahasa inggris kemampuan adalah “competent, yang berarti cakap, mampu, tangkas”. Menurut Nana Sudjana mengartikan kemampuan (kompetensi) itu sebagai suatu kemampuan yang disyariatkan untuk memangku profesi.20

Dari pengertian diatas, dapat diketahui bahwa kemampuan itu mempunyai arti kesanggupan, kecakapan seseorang dalam suatu perbuatan. Kalau dikaitkan dengan Al-Qur’an. Dapat diambil suatu pengertian bahwa kemampuan membaca Al-Qur’an itu adalah kesanggupan atau kecakapan seseorang membaca ayat-ayat Al-Qur’an. Dalam hal ini tentu saja bukan hanya mampu dan sanggup membaca Al-Qur’an, akan tetapi harus dengan suara yang baik dan bagus serta benar dengan memperhatikan makhrojnya, hurufnya serta kaidah-kaidah ilmu tajwidnya.

Suara yang baik dan bagus maksudnya tidak hanya dengan lagu, gaya dan irama saja, akan tetapi arti yang sebenarnya ialah membaguskan penuturan huruf-huruf Qur’an itu satu persatu, mengenal makhrojnya dan sifat-sifat huruf-huruf itu, memelihara dengungnya, tebal dan tipisnya, panjang pendeknya, tempat wakof dll.


  1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Baca Tulis Al-Qur’an

Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi kemampuan baca tulis Al-Quran sebagai berikut:

  1. Faktor siswa, seperti minat dan motivasi yang rendah untuk belajar menulis Al-Qur’an.

  2. Faktor guru, seperti ada tindakan persiapan sebelum mengajar dan ada tindakan tujuan yang jelas.

  3. Faktor sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah seperti: kelengkapan perpustakaan, buku pegangan guru dan siswa.

  4. Faktor orang tua seperti dukungan dan motivasi orang tua kepada anak untuk belajar menulis Al-Qur’an.

  5. Faktor lingkungan masyarakat seperti dukungan dan motivasi masyarakat untuk belajar Al-Qur’an.

1 Ibid., hlm. 8

2 Jalaluddin, Metode Tunjuk Silang Belajar Membaca Al-Qur’an, (Jakarta: Kalam Mulia, 2004). hlm. 9

3 Ibid., hlm. 6

4 Hidayatul Mustafid, Ilmu Tajwid, (Bandung: Diponegoro 2003). hlm. 50

5 Tim Prima Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gita Media Press), hal. 85.

6 Ibid., hal. 774.

7 Ahmad Syafi’i Mufid, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Yudhistira, 1994), hal. 18.

8Syahminan Zaini, Kewajiban Orang Beriman Terhadap Al-Qur’an, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1982), hal 1 dan 2.

9 Muhammad Jalaluddin Akbar dan Dwi Fithrotul ‘Uyun, Atlas Al-Qur’an untuk Anak (Menguak Kemu’jizatan Al-Qur’an), (Banyuwangi: Cahaya Agency), hal. 3.

10 Raghib As-Sirjani dan Abdurrahman Abdul Khaliq, Cara Cerdas Hafal Al-Qur’an, alih bahasa Sarwedi M. Amin Hasibuan, cet. 4. (Solo: Aqwam Media Profetika, 2008), hal. 15.

11Departemen Agama RI., Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahan, (Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, 2010), hal. 492.

12 Ahmad von Denffer, Ilmu Al-Qur’an Pengenalan Dasar, alih bahasa Ahmad Nashir Budiman, cet. 1. (Jakarta: Rajawali Press, 1988), hal. 9.

13 Muhadjir Sulthon, Al Barqy (Buku Belajar Baca Tulis Al-Qur’an untuk TK, SD dan Madrasah Ibtidaiyah Bagi SLTP, SLTA dan Orang Dewasa Memenuhi Sistem 8 Jam), (Surabaya: Pena Suci, 1992), hal. vi.

14 Azharuddin Sahil, Belajar Bahasa Al-Qur’an untuk Tingkat Lanjut, (Jogjakarta: Citra Karsa Mandiri, 2003), hal. 16.

15 Richard Bell, Pengantar Studi Al-Qur’an, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 131.

16 Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, alih bahasa Mudzakir AS, cet. 8. (Bogor: Pustaka Lintera AntarNusa, 2004), hal. 269-273.

17 Achmad Habibullah, dkk., Inovasi Pembelajaran Pendidikan Agama pada Sekolah (SMA), (Jakarta: Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2010), hal. 50.

18 M. Yusuf Hamiri, Materi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Palembang: Rafah Press, 2010), hal. 9-11.

19 Manna’ Khalil al-Qattan, Op. Cit., hal. 19-22.

20 Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar, (Bandung: Sinar Baru 1998). hlm. 17




27 BAB 2 LANDASAN TEORI 1 ARSITEKTUR
27 BAB 2 LANDASAN TEORI 21 KAJIAN TEORI PADA
29 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A LANDASAN TEORI 1


Tags: landasan teori, silang, metode, tunjuk, landasan, teori