MAKALAH SEMINAR PENELITIAN PERBANDINGAN AKTIVITAS ENZIM ΑAMILASE DARI BIJI

5 TUGAS MAKALAH “REKAYASA DAN PENGKONDISIAN ENERGI TERBARUKAN” 1
FORM USULAN INSENTIF PEMAKALAH FORUM ILMIAH POLITEKNIK NEGERI BANJARMASIN
FORMAT PENULISAN MAKALAH LENGKAP OUTLINE 1 JUDUL DALAM BAHASA

FORMULIR PENJEMPUTAN DI STASIUN RAILINK MEDAN PESERTAPEMAKALAHREVIEWER SIMPOSIUM NASIONAL
II KETENTUAN UMUM PENULISAN MAKALAH DISKUSI PERIODIK 1 KERTAS
JLINE 2 UDUL MAKALAH (NAMA PENULIS )

Makalah Seminar Penelitian

Makalah Seminar Penelitian


PERBANDINGAN AKTIVITAS ENZIM α-AMILASE

DARI BIJI JAGUNG YANG SEDANG TUMBUH

DENGAN α-AMILASE DARI Saccharomycopsis fibuligera



Yeni Mulyani

Program Studi Kimia Organik



Abstrak


Tanaman jagung (Zea mays) merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Jagung merupakan salah satu tanaman penghasil pati. Jagung yang sedang tumbuh (berkecambah) adalah penghasil -amilase yang paling banyak, karena jagung yang sedang tumbuh memerlukan enzim -amilase untuk mengubah polisakarida menjadi glukosa untuk pertumbuhannya. Enzim -amilase dalam biji jagung merupakan sumber enzim yang dapat dimanfaatkan untuk produksi bioetanol. Bioetanol adalah etanol yang dihasilkan melalui proses fermentasi oleh Saccharomyces cerevisae. Etanol dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan atau dengan mencampurnya dengan bensin, yang disebut gasohol. Selain diisolasi dari biji jagung, enzim -amilase juga dapat diisolasi dari sumber mikrobial. Salah satu sumber mikrobial adalah Saccharomycopsis fibuligera. -Amilase yang berasal dari tumbuhan berbeda dengan -amilase dari mikroba. Dalam penelitian ini ditentukan waktu tumbuh biji jagung dengan aktivitas -amilase maksimum kemudian dibandingkan dengan -amilase dari S. fibuligera dengan menggunakan metode Somogyi-Nelson dan Fuwa. Unit aktivitas enzim α-amilase yang berasal dari S. fibuligera adalah 8,033. 10-4 μmol/menit dengan menggunakan metode Somogyi-Nelson dan 0,1999 mg/mL.menit dengan menggunakan metode Fuwa. Aktivitas enzim α-amilase maksimum yang berasal dari kecambah jagung diperoleh pada waktu 6 jam ke-1 (6 jam), yaitu sebesar 5,078. 10-4 μmol/menit dengan metode Somogyi-Nelson dan 0,21249 mg/mL.menit dengan metode Fuwa.


Kata kunci : α-amilase, bioetanol, biji jagung, Saccharomycopsis fibuligera, Metode Somogyi-Nelson, Metode Fuwa



Abstract


Corn (Zea mays) is one of the Graminae family which is producing starch. Hydrolysis of starch catalysed by α-amylase resulted in a break down of α-1,4-glicosidic linkage to produce glucose and cellulose. Germinated corn’s seed highly produce α-amylase enzyme due to the needs of starch breaking down to get glucose and cellulose for plant growth energy. α-Amylase enzyme from germinated corn’s seed is involve in the production of bioethanol. Bioethanol is produced from fermentation process by Saccharomyces cerevisae. This ethanol can be blended with conventional fuel (gasoline) and used as a vehicle fuel. α-Amylase can be isolated from microbial sources. One of them is Saccharomycopsis fibuligera. α-Amylase from plant is different from fungal α-amylase. In this research, maximum α-amylase activity from germinated corn’s seed with various harvest’s time determined and then compared with fungal α-amylase by Somogyi-Nelson’s and Fuwa’s method. Activity unit of S. fibuligera α-amylase is 8,033. 10-4 μmol/minute measured by Somogyi-Nelson’s method and 0,1999 mg/mL.minute measured by Fuwa’s method. Maximum α-amylase activity is reached out by germinated corn’s seed with six hours of harvest’s time. The activity unit is 5,078. 10-4 μmol/minute measured by Somogyi-Nelson’s method and 0,21249 mg/mL.minute by Fuwa’s method.


Keywords : α-amylase, bioethanol, corn’s seed/corn kernel, Saccharomycopsis fibuligera, Somogyi-Nelson’s method, Fuwa’s method.


1 Pendahuluan


Kontinuitas penggunaan bahan bakar fosil memunculkan paling sedikit dua ancaman serius, yaitu: (1) Faktor ekonomi, berupa jaminan ketersediaan bahan bakar fosil untuk beberapa dekade mendatang, dan (2) Polusi akibat emisi pembakaran bahan bakar fosil ke lingkungan. Polusi yang ditimbulkan oleh pembakaran bahan bakar fosil memiliki dampak langsung maupun tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Polusi langsung bisa berupa gas-gas berbahaya, seperti CO, dan NOx, juga unsur metalik seperti timbal (Pb). Sedangkan polusi tidak langsung berupa ledakan jumlah molekul CO2 yang berdampak pada pemanasan global. Kesadaran terhadap ancaman serius tersebut telah mengintensifkan berbagai riset yang bertujuan menghasilkan sumber-sumber energi yang lebih terjamin keberlanjutannya dan lebih ramah lingkungan.

Beberapa sumber energi alternatif di antaranya adalah bioetanol, biodiesel, tenaga panas bumi, tenaga surya, mikrohidro, dan tenaga angin. Penggunaan alkohol sebagai bahan bakar mulai diteliti dan diimplementasikan di Amerika Serikat dan Brazil sejak terjadinya krisis bahan bakar fosil di kedua negara tersebut pada tahun 1970-an.

Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Negara Riset dan Teknologi telah mentargetkan pembuatan minimal satu pabrik biodiesel dan bioetanol pada tahun 2005-2006. Selain itu, ditargetkan juga bahwa penggunaan bioenergi tersebut akan mencapai 30% dari pasokan energi nasional pada tahun 2025. Untuk mencapai target tersebut perlu dilakukan penelitian yang mendalam tentang bioetanol. Sejauh ini, penelitian yang dilakukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)-lah yang telah menunjukkan hasil. BPPT telah berhasil meneliti penggunaan etanol sebagai campuran bahan bakar untuk berbagai kendaraan berbahan bakar bensin yang ada di Indonesia. Dalam penelitiannya, BPPT melakukan uji coba campuran bahan bakar yang disebut BE10 yang merupakan campuran 90% premium dan 10% etanol yang dihasilkan dari ubi kayu (singkong) yang banyak terdapat di Indonesia. Hasil BPPT menunjukkan bahwa dengan penggunaan BE10 pada beberapa kendaraan, seperti Chevrolet Blazer, juga menunjukkan tingkat emisi gas buang yang lebih bersih.

Etanol biasanya dihasilkan dari gula atau tanaman lain yang kaya akan pati, seperti ubi kayu, tebu, dan jagung. Pati termasuk ke dalam jenis polimer raksasa atau polisakarida yang tersusun atas monomer-monomer glukosa dengan ikatan glikosida. Pati jagung yang terhidrolisis akan menghasilkan maltosa atau glukosa sebagai produk akhir. Proses hidrolisis pati secara enzimatis dapat dikatalisis oleh enzim -amilase yang berfungsi untuk memutuskan ikatan -1,4-glikosida sehingga polisakarida akan terpotong-potong menjadi polimer glukosa dengan rantai yang lebih pendek yang seringkali merupakan campuran dari maltosa dan glukosa. Jagung yang sedang tumbuh (berkecambah) adalah penghasil -amilase yang paling banyak. Karena jagung yang sedang tumbuh memerlukan enzim -amilase untuk mengubah pati menjadi glukosa dan kemudian menjadi selulosa untuk pertumbuhannya.

Selain diisolasi dari biji jagung, enzim -amilase juga dapat diisolasi dari sumber mikrobial. Salah satu sumber mikrobial adalah Saccharomycopsis fibuligera. Enzim -amilase dari tumbuhan berbeda dengan enzim -amilase dari mikroba. Hal ini perlu dipelajari.


2 Metodologi Penelitian


Dalam penelitian ini, enzim -amilase diisolasi dari biji jagung yang sedang tumbuh (dengan variasi waktu tumbuh) dengan menggunakan buffer pengekstraksi yaitu buffer asetat pH 5,4 yang kemudian disentrifugasi dan diambil supernatannya. Supernatan ini adalah ekstrak kasar enzim -amilase dari biji jagung.

Isolasi enzim -amilase dari S. fibuligera dimulai dengan pengadaan kultur stok S. fibuligera dalam agar miring. Kemudian dilakukan produksi dalam kultur cair (broth). Selanjutnya S. fibuligera dalam kultur cair digoyang selama 110 jam pada suhu 37oC, disaring dan diambil supernatannya. Supernatan ini adalah ekstrak kasar enzim -amilase.

Dalam penelitian ini ditentukan waktu tumbuh biji jagung dengan aktivitas -amilase maksimum kemudian dibandingkan dengan -amilase dari S. fibuligera dengan menggunakan metode Somogyi-Nelson dan Fuwa.

Metode Somogyi-Nelson adalah metode untuk menguji aktivitas enzim -amilase dengan adanya gula pereduksi. Aktivitas enzim α-amilase ditentukan dengan mengukur nilai absorbansi sinar tampak pada panjang gelombang 660 nm dengan menggunakan teknik spektrofotometri. Hidrolisis pati oleh enzim α-amilase akan menghasilkan gula pereduksi. Gula pereduksi ini direaksikan dengan Cu-alkalis sehingga menghasilkan endapan merah bata Cu2O. Cu2O ini direaksikan dengan arsenomolibdat dan menghasilkan warna hijau kebiruan.

Larutan hijau kebiruan yang dihasilkan dapat mengabsorbsi sinar tampak pada panjang gelombang 660 nm dengan serapan yang sebanding dengan konsentrasi molibdenum yang tereduksi. Konsentrasi molibdenum yang tereduksi sebanding dengan konsentrasi Cu2O, sedangkan konsentrasi Cu2O sebanding dengan konsentrasi gula pereduksi.

Penentuan aktivitas enzim α-amilase dengan metode Fuwa adalah berdasarkan reaksi antara amilosa dengan iodin yang menghsilkan kompleks heliks dan memberikan warna biru yang khas.


3 Hasil dan Pembahasan


    1. Enzim α-Amilase dari S. fibuligera


Untuk memperoleh ekstrak enzim -amilase dari S. fibuligera diperlukan beberapa tahap. Tahap pertama dilakukan penyiapan media pertumbuhan S. fibuligera, yaitu penyiapan ekstrak taoge, penyiapan agar miring, dan pembuatan medium cair untuk inokulum awal dan media produksi.

Tahap kedua adalah menumbuhkan S. fibuligera dalam agar miring. Kultur S. fibuligera diperoleh dari laboratorium Biokimia, Pusat Bioteknologi, PPAU ITB dalam bentuk agar miring. Kultur ini kemudian diinokulasi lebih lanjut ke dalam stok agar miring yang mengandung ekstrak taoge, agar bakto 1,5%, dan sukrosa 6%. Pekerjaan ini menggunakan peralatan yang telah disterilkan dalam autoklaf dan dilakukan di dekat nyala api bunsen agar tidak terjadi kontaminasi. Kemudian kultur stok ini disimpan pada suhu 4oC.

Tahap ketiga adalah menumbuhkan S. fibuligera dalam media inokulum awal. Media inokulum awal adalah campuran ekstrak yeast 1% dan pati sagu 1% dalam 500 mL aquades. Penumbuhan S. fibuligera dalam media inokulum awal perlu dilakukan untuk mengetahui apakah pada kondisi yang diterapkan telah sesuai untuk pertumbuhan maksimum S. fibuligera. Kondisi yang diterapkan yaitu faktor nutrisi, dan suhu pada saat dilakukan inkubasi. Apabila ternyata S. fibuligera dapat tumbuh dengan baik pada media inokulum awal, berarti bahwa kondisi yang diterapkan pada saat proses inkubasi telah sesuai dengan kebutuhan sel-sel S. fibuligera dan dapat segera dilakukan penumbuhan pada media produksi. Untuk mengetahui apakah sel-sel S. fibuligera telah berkembang dengan baik dalam media inokulum awal, dapat dilihat secara visual, yaitu terlihatnya sekumpulan sel-sel yang berwarna putih dan berubahnya media inokulum dari coklat jernih menjadi coklat keruh.

Tahap keempat adalah tahap yang terpenting, yaitu menumbuhkan S. fibuligera dalam media produksi. Setelah diketahui kondisi optimum untuk pertumbuhan S. fibuligera, maka dapat kondisi tersebut dapat kita terapkan untuk tahap produksi enzim -amilase. Enzim -amilase dari S. fibuligera adalah enzim ekstraseluler, artinya enzim tersebut dikeluarkan dari dalam sel. Di dalam media produksi, selain terdapat sel-sel S. fibuligera, juga terdapat ekstrak enzim -amilase. Untuk memisahkan ekstrak enzim -amilase dari sel-sel S. fibuligera, dilakukan penyaringan dengan menggunakan kertas saring dan corong pisah. Supernatannya adalah ekstrak enzim -amilase dari S. fibuligera, yang selanjutnya disebut EA1. EA1 yang diperoleh sebanyak 500 mL dan disimpan pada suhu 4 oC.


    1. Enzim α-Amilase dari Kecambah Jagung


3.2.1 Penyiapan Kecambah Jagung


Jagung yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung manis (varietas sweet corn). Bagian yang diteliti adalah bijinya, sedangkan bagian yang diambil adalah bagian endospermanya yang kaya akan pati. Biji jagung yang kaya akan pati memerlukan aktivitas enzim amilase untuk pertumbuhannya. Pada penelitian ini, biji jagung dibiarkan tumbuh (berkecambah) dan diteliti aktivitas enzim amilasenya. Untuk mengetahui waktu tumbuh biji jagung yang menghasilkan aktivitas enzim yang maksimum, maka dilakukan penumbuhan biji jagung dengan variasi waktu tumbuh. Variasi waktu tumbuh adalah setiap enam jam sekali, dengan pertimbangan kecepatan tumbuh biji jagung yang sangat cepat. Sehingga apabila dilakukan lebih dari enam jam maka pertumbuhan jagung tidak dapat diamati dengan baik. Sebelum ditumbuhkan, biji jagung terlebih dahulu direndam dalam aquades. Hal ini dimaksudkan untuk memacu agar biji jagung dapat tumbuh. Sebab biji jagung akan tumbuh apabila dalam keadaan lembab (cukup air). Kemudian disebarkan di atas kapas basah dalam cawan petri.

Akar dan daun akan tumbuh dalam beberapa hari. Akar mulai tumbuh setelah 36 jam, sedangkan daun mulai tumbuh setelah 54 jam. Zat yang memungkinkan terjadinya pertumbuhan akar dan daun pada biji jagung adalah pati. Jaringan penyimpan endosperma dari berbagai biji mengandung banyak pati dan sebagian besar akan hilang selama pertumbuhan kecambah.

Biji jagung yang telah ditumbuhkan dengan berbagai variasi waktu, kemudian dikupas, dan akar serta daunnya dipotong. Sehingga yang diperoleh adalah bagian endospermanya saja. Kemudian dipotong kecil-kecil, dipanaskan dalam oven pada suhu 40oC selama 48 jam, dan digerus. Hasil akhirnya berupa serbuk jagung.


3.2.2 Ekstraksi Enzim α-Amilase dari Kecambah Jagung


Sebanyak 3 gram serbuk jagung (variasi waktu tumbuh) dilarutkan dalam 20 mL buffer asetat pH 5,4. Kemudian dikocok selama 30 menit pada suhu 37oC lalu disentrifuga pada kecepatan 10.000 rpm selama 25 menit. Disaring dengan menggunakan kertas saring dan corong pisah, diambil filtratnya. Hasilnya adalah ekstrak enzim α-amilase dari biji jagung yang sedang tumbuh yang selanjutnya disebut sebagai EA2 masing-masing sebanyak 10 mL. EA2 disimpan pada suhu 4oC.


    1. Uji Aktivitas Enzim α-Amilase dengan Metode Somogyi-Nelson


3.3.1 Aktivitas EA1

Gula pereduksi adalah gula yang dapat dioksidasi oleh zat pengoksidasi lemah seperti reagen Tollens, reagen Fehling, dan reagen Benedict. Adanya gula pereduksi ini digunakan sebagai salah satu metode untuk menentukan aktivitas enzim α-amilase, yaitu metode Somogyi-Nelson. Aktivitas enzim α-amilase ditentukan dengan mengukur nilai absorbansi sinar tampak dengan menggunakan teknik spektrofotometri. Hidrolisis pati oleh enzim α-amilase akan menghasilkan gula pereduksi yang konsentrasinya sebanding dengan aktivitas enzim.

Berikut ini merupakan aktivitas EA1 yang ditentukan dengan menggunakan metode Somogyi-Nelson.


Tabel 3.1 Aktivitas EA1

EA1

Unit Aktivitas Enzim

(10-5 µmol/mnt)

fp 0 (tanpa pengenceran)

80,33

fp 50

4,10

fp 100

1,66

fp 250

-

Ket : fp = faktor pengenceran

Faktor pengenceran sama dengan nol maksudnya adalah ekstrak enzim tanpa dilakukan pengenceran, sedangkan faktor pengenceran 50 maksudnya adalah ekstrak enzim diencerkan 50 kali. Pengenceran ekstrak enzim perlu dilakukan untuk mengetahui apakah enzim masih memiliki aktivitas apabila diencerkan sampai batas tertentu. Ternyata apabila dilakukan pengenceran ekstrak enzim sampai 250 kali, EA1 sudah tidak memiliki aktivitas lagi.


3.3.2 Aktivitas EA2


Enzim α-amilase pada biji jagung memiliki aktivitas yang minimal. Tetapi aktivitas enzim tersebut akan bertambah dengan cepat selama proses pengecambahan dan akhirnya aktivitasnya akan berkurang seiring dengan habisnya pati di dalam biji.

Dengan menggunakan metode Somogyi-Nelson, aktivitas EA2 pada berbagai variasi waktu tumbuh adalah sebagai berikut.


Tabel 3.2 Aktivitas EA2

Waktu Tumbuh (6 jam ke-)

Unit Aktivitas Enzim

(10-4 µmol/mnt)

0

2,696

1

5,066

2

4,069

3

3,87

4

3,279

5

3

6

3,474

7

3,12

8

3,012

9

3,2

10

3,212

11

2,836

12

2,873


Aktivitas enzim α-amilase yang maksimum terdapat pada biji jagung yang telah ditumbuhkan selama enam jam seperti terlihat pada kurva di bawah ini.

MAKALAH SEMINAR PENELITIAN PERBANDINGAN AKTIVITAS ENZIM ΑAMILASE DARI BIJI Gambar 3.1 Kurva Unit Aktivitas Enzim α-Amilase terhadap Waktu Tumbuh


    1. Uji Aktivitas Enzim α-Amilase dengan Metode Fuwa


      1. Penentuan Kadar Pati Sisa dalam Biji Jagung


Pada berbagai tanaman, termasuk tanaman jagung, karbohidrat utama yang disimpan adalah pati. Pati terbentuk dari proses fotosintesis dan berfungsi sebagai bahan makanan. Berbagai tanaman rerumputan/herba dan tumbuhan dikotil menyimpan pati di akar, pangkal batang, dan di umbi lapis atau umbi bawah tanah. Jaringan penyimpan endosperma dari berbagai biji mengandung banyak pati dan sebagian besar akan hilang selama pertumbuhan kecambah.

Penentuan kadar pati sisa dalam biji jagung dilakukan dengan menggunakan metode Fuwa, dimana akan dihasilkan kompleks heliks yang berwarna biru antara amilosa dan reagen iodin. Berikut ini adalah kadar pati sisa dalam biji jagung.

Tabel 3.3 Kadar Pati Sisa dalam Biji Jagung

Waktu Tumbuh (6 jam ke-)

Kadar Pati dalam Biji Jagung (mg/mL)

0

0,1280

1

0,0031

2

0,0220

3

0,0173

4

0,0196

5

0,0173

6

0,0196

Waktu Tumbuh (6 jam ke-)

Kadar Pati dalam Biji Jagung (mg/mL)

7

0,0480

8

0,0456

9

0,0362

10

0,0291

11

0,0125

12

0,0078


MAKALAH SEMINAR PENELITIAN PERBANDINGAN AKTIVITAS ENZIM ΑAMILASE DARI BIJI

Gambar 3.2 Kurva Kadar Pati Sisa dalam Biji Jagung


3.4.2 Aktivitas EA2

Kadar pati sisa dalam biji jagung merupakan pati yang tidak terhidrolisis oleh enzim α-amilase. Sedangkan pati yang terhidrolisis oleh enzim α-amilase adalah pati awal dikurangi oleh pati sisa. Sedangkan pati awal adalah pati yang ditambahkan dari luar dan pati dalam biji jagung sendiri pada jam ke-0 (pati yang belum ditumbuhkan).

Banyaknya pati yang berhasil dihidrolisis oleh enzim α-amilase selama satu menit sebanding dengan aktivitas enzim α-amilase. Jadi, aktivitas enzim α-amilase didefinisikan sebagai jumlah enzim α-amilase yang diperlukan untuk menghidrolisis sejumlah pati dalam waktu satu menit. Berikut ini merupakan aktivitas enzim α-amilase dengan menggunkan metode Fuwa.




Tabel 3.4 Aktivitas EA2

Waktu Tumbuh (6 jam ke-)

Unit Aktivitas Enzim

α-Amilase (mg/mL.mnt)

0

0,2

1

0,2125

2

0,2106

3

0,2111

4

0,2108

5

0,2111

6

0,2108

7

0,208

8

0,2082

9

0,2092

10

0,2099

11

0,2116

12

0,212



MAKALAH SEMINAR PENELITIAN PERBANDINGAN AKTIVITAS ENZIM ΑAMILASE DARI BIJI

Gambar 3.3 Kurva Unit Aktivitas Enzim α-Amilase


3.4.3 Aktivitas EA1

Aktivitas EA1 dengan menggunakan metode Fuwa adalah sebesar 0,1999 mg/mL.menit.


4 Kesimpulan

Dengan menggunakan metode Somogyi-Nelson, unit aktivitas enzim α-amilase yang berasal dari S. fibuligera (EA1) adalah sebesar 8,033. 10-4 µmol/menit. Artinya enzim α-amilase dari S. fibuligera dapat menghasilkan glukosa sebanyak 8,033. 10-4 µmol per menit. Sedangkan unit aktivitas enzim α-amilase yang berasal dari kecambah jagung (EA2) diperoleh pada waktu 6 jam ke-1 yaitu sebesar 5,078. 10-4 µmol/menit.

Dengan menggunakan metode Somogyi-Nelson, unit aktivitas enzim α-amilase yang berasal dari S. fibuligera lebih besar dari enzim α-amilase yang berasal dari kecambah jagung.

Dengan menggunakan metode Fuwa, unit aktivitas enzim α-amilase yang berasal dari kecambah jagung adalah pada waktu 6 jam ke-1 (12 jam) yaitu sebesar 0,21249 mg/mL.menit. Sedangkan unit aktivitas enzim α-amilase dari S. fibuligera adalah sebesar 0,1999 mg/mL.menit.

Enzim α-amilase yang berasal dari kecambah jagung memiliki unit aktivitas yang lebih besar daripada enzim α-amilase yang berasal dari S. fibuligera apabila digunakan metode Fuwa.

Adanya perbedaan hasil dari kedua metode tersebut antara lain disebabkan oleh perbedaan deteksi pada produk akhir. Pada metode Somogyi-Nelson, produk akhir yang dideteksi adalah gula pereduksi, sedangkan pada metode Fuwa, produk akhir yang dideteksi adalah pati sisa. S. fibuligera selain memiliki enzim α-amilase juga memiliki enzim glukoamilase. Enzim glukoamilase ini mampu menghidrolisis pati menjadi glukosa. Sedangkan kecambah jagung tidak memiliki enzim glukoamilase.


  1. Daftar Pustaka


  1. http://io.ppi-jepang.org

  2. Metzler, D.E., (2001), Biochemistry: The Chemical Reactions of Living Cells, volume 1, 2nd edition, Academic Press, New York.

  3. Salisbury, F.B., Ross, C.W., (1995), Fisiologi Tumbuhan, Jilid 2, penerjemah: Diah R. Lukman, Penerbit ITB, Bandung.

  4. Lin, L., Chyau, C., Hsu, W., (1998), Production and properties of raw-starch-degrading amylase from the thermophilic and alkaliphilic Bacillus sp. TS-23, Biotechnol. Appl. Biochem, 28, 61-68.

  5. Fuwa, H., (1954), A new method formicrodetermination of amylase activity by the use of amylase as the substrate. J. Biochem, 41, 583-603.

  6. Somogyi, M., (1952), Notes on sugar determination, J. Biol. Chem, 195, 19-23.








JUDUL MAKALAH (TIMES NEW ROMAN 12PT BOLD TYPE CENTERED
JUDUL MAKALAH DALAM BAHASA INGGRIS ATAU INDONESIA  ALIGN
JUDUL MAKALAH DIKETIK DENGAN FONT TIMES NEW ROMAN UKURAN


Tags: aktivitas enzim, unit aktivitas, enzim, makalah, αamilase, perbandingan, aktivitas, seminar, penelitian